SELAMAT DATANG DI BLOG CAHAYA PENGETAHUAN
PENGETAHUAN ADALAH NAFAS, NAFAS UNTUK MENCARI PENGETAHUAN DAN PENGETAHUAN UNTUK BERNAFAS

Selasa, 13 November 2012

Cara berlaku adil pada anak

CARA BERLAKU ADIL PADA ANAK

foto

Sudah beberapa bulan ini Angel, enam tahun, berubah sikap. Dari anak yang periang menjadi sensitif. Biasanya dia menuruti kata-kata orang tuanya, tapi sekarang dia lebih sering mengambek. Bahkan pernah marah sampai ayahnya tidak mau mengantarnya ke sekolah. Akhirnya pengasuhnya menggendong Angel selama 10 menit dari rumah menuju sekolah.

Sang ibu, Dwi Widayanti, pusing melihat perubahan itu. Ia menyadari telah terjadi kesalahan akibat tindakannya. Beberapa kali Angel mengeluarkan kata-kata yang membuat hatinya miris, seperti "Bunda galak sekarang, apa-apa Alvin," atau "Kenapa Bunda salahin aku? Itu Alvin jatuh sendiri." Sang kakak merasa tidak mendapat perlakuan adil dengan adiknya, yang empat tahun lebih muda.

Dwi paham, selama ini perhatiannya lebih berfokus pada Alvin. Beberapa kali pernyataan seperti, "Kakak (Angel) sudah besar, harus mandiri," terlontar dari Dwi, suami, dan si pengasuh. Pernyataan itu ternyata membuat Angel tersisih. "Dia jadi sering mencari perhatian ke saya," ujarnya.



Dwi pun segera berusaha mencari solusi. Intinya ia ingin memiliki waktu berkualitas bersama Angel. Karyawan di sebuah perusahaan swasta ini pun berusaha berbagi waktu bersama Angel, tanpa Alvin.Dia juga tidak lagi mengeluarkan kata-kata yang menyudutkan anak sulungnya itu. Sebaliknya, dia memberi pengertian terus-menerus supaya Angel bisa mengerti kondisi adiknya.

Menurut pakar pendidikan dari Yayasan Cahaya Guru, Henny Supolo Sitepo, setiap anak berbeda-beda. Kemampuan fisik, bersosialisasi, berkomunikasi, dan kemampuan akamedis seorang anak tidak akan sama dengan saudara sekandungnya.



Perbedaan itu tidak menunjukkan bahwa salah satu anak lebih baik dari yang lain. Tapi ini bisa menjadi modal bagi orang tua untuk mempersiapkan masa depan anak. "Karena itu, orang tua jangan terlalu cepat ''melabel'' anak-anaknya," katanya dalam seminar "Adil, Tidak Berarti Sama", Sabtu lalu.

Banyak orang tua mengakui bahwa masing-masing anaknya membutuhkan pendekatan yang berbeda-beda. "Mereka takut dianggap pilih kasih," ujar Henny. Cap orang tua gagal juga kerap menghantui jika tak bisa mengarahkan anak-anaknya di jalur akademik atau minat yang sama.

Padahal peran orang tua untuk melatih anak, memahami, dan menerima perbedaan dengan saudara kandungnya sangat diperlukan. Tindakan ini bertujuan untuk membuat anak nyaman dan senang ketika berada di rumah dan sekolah. Prestasi belajar pun bisa meningkat jika anak menemukan minat dan bakatnya. Selain itu, ketika ia dewasa, sikapnya menjadi lebih matang ketika masuk ke tantangan hidup yang lebih rumit.

Untuk melatih anak memahami perbedaan itu, orang tua harus memulai dengan mengembangkan empati dan kepekaan, serta potensinya dengan optimal. Latihan ini bisa dimulai sejak anak berusia balita. Henny menyarankan agar para orang tua membuat buku harian bersama masing-masing anak. Isinya bisa berupa coretan atau guntingan gambar. Cara ini membantu anak belajar membaca, menulis, dan menemukan minatnya. "Orang tua jangan mengharuskan anak mengisi diari itu," ujar Henny, "Tapi harus mengisinya dalam keadaan senang."

Kegiatan ini bisa dilakukan ibu dan anak, misalnya sepulang dari supermarket. Sang ibu memberi judul besar di diari itu dan anak segera memberikan coretan dan gambar apa saja yang dilihat di supermarket. Selain itu, kegiatan ini melatih anak untuk menuliskan perasaannya ketika berbelanja. Cara tersebut,, menurut Henny, juga membantu orang tua mengetahui masalah yang dihadapi anak sambil memberikan jalan keluar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar